Senin, 21 Oktober 2013

9A in Memorian


Nggak tau kenapa setiap aku ngeliat video ini, pasti bawaanya ketawa terus. Ini adalah masa-masa terindah selama aku berada di SMP. Makasi buat semua kenangan indah ini temen-temen. Walaupun sekarang kita semua mencar, tapi aku yakin hati kita dan kenangan kita selalu bersama. Salam buat semuanya ya. Nindya, Della, Manik, Jesya, Komala, Githa, Kiddy, Nadya, Tuti, Nita, Sinta, Mirah, Wiwik, Gekfi, Michael, Bagas, Prasta, Axel, Apid, Lilik, Wiwin, Marisa, Nova, Dwik, Erik, Yogik, Bayu, Rai, Panda, Adit :D

Saat Cinta Selalu Pulang

           Natan dan Nadin adalah sahabat dekat. Mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku TK. Natan adalah seorang pria yang sangat pintar dan suka bermain gitar. Sedangkan Nadin adalah seorang gadis yang ceria dan suka menari. Setiap hari selalu mereka lewati bersama, itu karena rumah mereka bersebelahan. Mereka sudah menjadi tetangga hampir 17 tahun lamanya.
            Sebenarnya sejak awal Natan sudah menyukai Nadin melebihi seorang teman. Tetapi Natan tidak berani menyatakan perasaannya yang sesungguhnya kepada Nadin. Karena dia takut hal itu akan merusak persahabatan mereka selama ini. Hingga pada suatu hari disekolah, Nadin berkenalan dengan seorang kapten basket bernama Adit. Ternyata selama ini, Adit sudah menyukai Nadin. Dan tak lama kemudian mereka menjadi sepasang kekasih. Melihat semua itu, Natan merasa sangat sedih. Dia merasa jika Adit bukan seorang pria yang baik. Banyak orang yang mengenal Adit sebagai playboy. Saat Natan hendak member nasehat kepada Nadin untuk berhati-hati, Nadin justru merasa sangat tersinggung. Karena Nadin mengira bahwa Natan hanya ingin merusak hubungannya dengan Adit. Akhirnya pertengkaran terjadi, hingga Natan dan Nadin tidak pernah saling berbicara lagi selama hampir 6 bulan. Saat pesta kelulusan sekolah tiba, Nadin tidak datang bersama Adit. Adit berkata jika dia tidak bisa hadir dengan alasan ada acara keluarga. Tetapi, dua jam setelah pesta berlangsung, Nadin sangat terkejut karena Adit datang bersama dengan perempuan lain, bernama Calista. Saat melihat Nadin, Adit juga ikut terkejut. Karena dirinya mengira bahwa Nadin tidak akan hadir ke pesta itu. Adit hanya memandang Nadin dengan tatapan bersalah. Natan yang berada disana, langsung menghampiri Adit, dan memukul pria itu sampai terjatuh. Suasana pesta kini menjadi ramai. Setelah memukul Adit, Natan langsung memberinya peringatan untuk tidak mendekati Nadin lagi.  Setelah itu, Natan lalu mengajak Nadin pergi ke sebuah taman. Disana Nadin hanya bisa menangis mengingat apa yang telah Adit perbuat. Nadin tidak menyangka jika selama ini apa yang di katakana Natan semuanya benar. Setelah Nadin berhenti menangis, akhirnya Natan memberanikan diri untuk berbicara. Natan mengatakan jika besok dia akan pergi melanjutkan kuliahnya di Korea, untuk waktu yang sangat lama. Natan juga mengatakan agar Nadin bisa menjaga dirinya dengan baik di Indonesia. Setelah berbicara, Natan pun pergi meninggalkan Nadin sendiri di taman.
            Keesokan paginya, Nadin bergegas pergi mencari Natan yang sudah berangkat ke bandara. Di dalam perjalanan, Nadin menyadari jika orang yang selama ini dia sukai adalah Natan. Karena untuk pertama kalinya, Nadin merasa takut kehilangan seseorang di dalam hidupnya. Sementara di bandara, Natan hanya duduk sambil memegang sebuah amplop biru. Awalnya dia hendak memberikan surat itu untuk Nadin. Tetapi Natan tidak berani untuk memberikannya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Natan memutuskan untuk memberikan surat itu kepada Nadin sebelum dia akan pergi. Saat hendak menyebrangi perempatan jalan, dari seberang jalan natan melihat Nadin yang hendak menuju ke bandara. Mereka saling bertatapan dan tersenyum. Karena merasa begitu senang, tanpa menunggu lampu merah menyala, Nadin segera berlari menghampiri Natan tanpa menghiraukan ramainya lalu lintas. Tiba-tiba dari sebelah kanan jalan ada sebuah mobil yang melaju sangat cepat menuju ke arah nadin. Melihat kejadian itu, Natan terkejut dan berusaha member peringatan kepada Nadin. Tetapi sayangnya Nadin tidak mendengar apa yang natan ucapkan. Akhirnya Natan berlari menuju ke arah Nadin lalu dengan cepat mendorong Nadin hingga terjatuh ke pinggir trotoar. Hingga saat itu mobil yang melaju cepat tadi menabrak Natan. Melihat kejadian itu, Nadin  berlari untuk memastikan keadaan Natan. Tetapi saat Nadin memasuki kerumunan orang, dia sangat terkejut karena Natan sudah tergeletak di jalan dengan tubuh berlumuran darah. Nadin hanya bisa menangis sambil memeluk Natan dengan erat. Natan yang sedikit sadar, lalu menyentuh tangan Nadin dan memberikannya sepucuk amplop berwarna biru. Saat itu Natan mengatakan jika dia selama ini sangat menyukai Nadin. Dan bertanya apakah Nadin ingin menjadi pacarnya. Mendengar pernyataan Natan, Nadin segera mengangguk sambil berkata jika dia juga menyukai Natan melebihi seorang teman. Setelah mendengar jawaban Nadin, Natan hanya bisa tersenyum manis lalu memejamkan mata untuk selama-lamanya. Natan telah meninggal. Dan kini Nadin hanya bisa pasrah melepas kepergian Natan. Dan setelah membaca surat itu, Nadin kini menyadari betapa Natan sangat menyayangi dirinya. Di dalam hati, Nadin berdoa kepada Tuhan, semoga di kehidupan yang selanjutnya dia bisa bertemu kembali dengan Natan, dimana kebahagiaan selalu bersama dengan mereka dan senyuman yang selalu menghiasi bibir mereka.

1000 Foto Tentang Nadin


Semenjak kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat, kini Nadin hanya tinggal bersama dengan Kakak perempuannya, Jessi yang adalah seorang fashion desainer. Hari-hari Nadin dilalui dengan hampa. Sebelumnya, ia adalah sosok perempuan yang periang. Namun, setelah kecelakaan itu terjadi, Nadin berubah menjadi  seseorang yang sangat pendiam.
Hari ini Nadin berada sendirian dirumah. Ia sedang sibuk membereskan pakaian yang akan dimasukkan ke dalam koper. Sedangkan Kak Jessi, sibuk bekerja di Butik. Hari ini  adalah hari terakhir Nadin dan Kakaknya berada di Bandung. Di karenakan, besok mereka akan  pindah ke Jakarta. Awalnya, Nadin tidak terima dengan keputusan Kak Jessi, sebab rumah yang saat ini ditempati adalah peninggalan kedua orang tua mereka satu-satunya. Namun, setelah mendengar penjelasan Kak Jessi yang memutuskan untuk memindahkan lokasi Butiknya ke tempat yang lebih strategis di Jakarta, akhirnya mau tidak mau Nadin menerima keputusan Kakaknya untuk menjual rumah tersebut.
Disaat Nadin sedang sibuk membereskan pakaiannya, tiba-tiba telepon rumah berbunyi nyaring. Dengan sigap Nadin berlari kecil lalu mengangkat gagang telepon.
“NADIN!!! Map biru Kakak hilang! Isinya itu, desain-desain baju buat klien. Beneran Kakak lupa naruhnya dimana!” teriak Kak Jessi dari dalam telepon.
“Ooh…tadi malem mapnya aku pinjem Kak, buat niru desain baju disana. Soalnya cocok banget buat karakter tokoh di komikku yang baru.” jawab Nadin sekedarnya.
“Ya ampun! Kakak kira mapnya hilang! Lain kali, kalau mau minjem ijin dulu dong! Habisnya map itu mau diambil sama klien Kakak siang ini. Kalau dalam satu jam kamu enggak bawa mapnya ke Butik, tamat semuanya! Kesini sekarang juga. CEPETAN!” Kak Jessi langsung menutup telepon dengan kencang. Menandakan bahwa saat ini dirinya sangat marah.
Akhirnya, dengan perasaan gelisah dan takut, Nadin segera membawa map biru itu,  dan bergegas pergi menuju tempat Kakaknya bekerja. Didalam perjalanan, Nadin sibuk mencari taksi yang sedang lewat. Hingga pada akhirnya, Ia melihat sebuah taksi yang berada tak jauh dari lampu merah. Tanpa berpikir panjang, Nadin pun segera masuk kedalam taksi itu.
“Pak, ke Jalan Sudirman. Ayo cepet!” perintah Nadin dengan gelisah. Sesaat setelah berbicara, Nadin terkejut, karena disebelahnya ada seorang pria yang bingung melihat kehadirannya disana.
“Kamu siapa?” Tanya Nadin kaget.
“Heh! Kamu sendiri siapa?” Tanya balik pria itu.
“Ya…aku penumpang taksi disini!” jawab Nadin dengan kesal.
“Enak aja! Aku penumpang taksi ini duluan. Daritadi aku udah ada disini. Kamu aja yang main nyerobot masuk sembarangan. Ayo Pak, ke Bandara!” kata pria itu dengan tegas.
Karena merasa terganggu melihat tingkah laku kedua orang tersebut, akhirnya supir taksi itu menyuruh mereka keluar untuk menyelesaikan perdebatan yang terjadi.
“Aduh…tolong ya. Kali ini aja, aku yang pakai taksinya. Soalnya nyari taksi disini susah, bisa-bisa bisnis Kakakku dalam bahaya kalo aku enggak segera kesana.” Ujar Nadin memelas.
“Kamu kira, masalah kamu aja yang harus diurus? Aku juga harus ke Bandara sekarang. Kalo enggak, bisa-bisa aku ketinggalan pesawat. Udah deh…kamu cari taksi lain aja!” jawab pria itu dengan kesal.
Saat si pria hendak masuk kedalam taksi, tiba-tiba saja Nadin langsung mendorongnya ke jalan, dan segera masuk kedalam taksi. Seketika, pria itu terjatuh dan kamera yang sedari tadi Ia pegang terjatuh dan rusak.
“Heh! Cepet turun! Kamu harus ganti rugi sama kameraku!” teriak pria itu dari luar jendela taksi. Nadin yang berada didalam mobil, tidak menghiraukannya. Segera ia menyuruh supir taksi untuk melaju meninggalkan pria itu. Dari kejauhan, tampak kepala Nadin dari kaca jendela sambil menatap si pria.
“Besok cari aku di Perumahan Graha Indah No. 12. Aku pasti ganti rugi kok, Daaaa!” teriak Nadin dengan tersenyum puas.
Keesokan paginya, Nadin dan Kakaknya menuju ke Jakarta. Memang berat rasanya, harus meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan itu. Namun, dibalik kesedihannya, Nadin juga merasa lega. Karena berhasil mengelabui pria yang kemarin dirinya temui ditaksi.
Sesampainya di Jakarta, Nadin sungguh terkejut melihat tempat tinggal mereka yang baru. Karena, rumah ini jauh lebih bagus dari rumah mereka yang sebelumnya. Apalagi, rumah yang sekarang ditempati terdapat banyak tetangga, sehingga Nadin tidak harus merasa kesepian seperti dulu.
“Gimana? Kamu suka sama rumah ini?” tanya Kak Jessi yang sedang mengangkat kardus di bagasi mobil.
“Suka Kak…rumahnya keren banget!” jawab Nadin.
“Haha… syukur deh. Oh iya, Nad. Habis beres-beres, kita mampir ke rumah tetangga yang ada didepan ya? Soalnya mereka ngundang kita buat makan siang disana. Kakak denger, kalau anak mereka juga sekolah di SMA kamu yang baru. Kan bagus tuh, kalau kamu bisa kenalan sama dia.” ujar Kak Jessi.
“Wah…seru dong! Oke kak, Nadin beresin barang-barang dulu, ya.” jawab Nadin.
Selesai mengatur segala perabotan yang ada, Nadin dan Kakaknya menuju kerumah yang ada didepan, untuk makan siang. Disana, sudah ada tante Diana dan Oom Farid yang menyambut kedatangan mereka.
“Halo Oom Farid, Tante Diana. Kenalkan ini adik saya yang pernah saya certain. Namanya, Nadin.” sapa Kak Jessi.
“Nadin cantik ya, Pa? Sama seperti Kakaknya.” puji tante Diana.
“Iya, Ma. Mereka berdua sama-sama cantik.” Oom Farid ikut menambahkan.
“Hahaha...Tante dan Oom bisa aja.” jawab Nadin malu.
“Ya sudah, ayo kita masuk kedalam. Tante udah masakin makanan spesial buat kalian, loh.” ajak Tante Diana.
 Ketika mereka sedang makan, Kak Jessi bertanya kepada Tante Diana mengapa anak tunggal mereka yang bernama Yoza tidak ikut bergabung. Tante Diana lalu berkata jika anaknya yang bernama Yoza itu sedang berobat ke Rumah Sakit, dan akan segera menyusul ke rumah.
“Loh, memangnya Yoza sakit apa Tante?” tanya Nadin penasaran.
“Begini loh,Nadin. Sebenarnya awalnya kemarin Yoza mau berangkat ke Paris buat studi fotografi selama 6 bulan. Tapi saat Yoza mau menuju Bandara, ada yang nyerobot taksinya dia. Jadinya mereka rebutan taksi. Nah, saat itu Yoza didorong ke jalanan sama itu orang. Sampai-sampai tangannya Yoza memar semua. Parahnya lagi kamera DSLR yang dia bawa itu rusak. Akhirnya Yoza gagal pergi ke Paris.” cerita Tante Diana dengan penuh kekesalan.
Mendengar cerita itu, Nadin langsung yakin bahwa orang yang dimaksud itu adalah pria yang kemarin Ia temui di taksi. Dengan perasaan yang kacau balau, Nadin segera permisi untuk keluar dari ruang makan, dengan alasan sakit perut. Saat Nadin berada di halaman luar milik Tante Diana, seorang pria tampan dan tinggi datang dengan ikatan perban menyelimuti tangannya. Ketika melihat pria itu, Nadin terkejut dan spontan berlari menghindari pria tersebut. Saat mengenal Nadin, pria yang diketahui bernama Yoza itu segera mengejarnya beralih menuju halaman didepan rumah Nadin.
“Heh! Mau kemana kamu? Ketahuan ya, sekarang kamu tinggal disini? Udah bikin aku batal pergi, ngerusakin kameraku, bikin tanganku luka, terus main kabur lagi, nggak mau ganti rugi! Puas ya…kamu bohongin aku? Pakai malsuin alamat tempat tinggalnya segala lagi!” kata Yoza dengan amarah yang memuncak.
“Aduh, maaf banget ya. Aa…aku enggak bermaksud kabur kok. Serius. Buktinya aku pindah kedepan rumahmu. Itu supaya, kamu bisa nagih hutang kapan aja ke rumahku.” ujar Nadin terbata-bata.
Mendengar pengakuan Nadin, Yoza tau betul cewek itu lagi berbohong. Akhirnya Yoza mengajak Nadin untuk masuk kedalam rumah dan mengakui kesalahannya didepan kedua orang tua Yoza. Namun dengan cepat Nadin membantah ajakan tersebut. Karena dirinya takut dimarahi oleh kedua orang tua Yoza.
“Alah! Tampang aja kayak preman. Tapi nyalinya ciut kayak anak ayam!” ledek Yoza.
“Enak aja! Kalau kamu mau aku ganti rugi, oke aku terima. Tapi jangan kasi tau ke  orang tuamu dan ke kakakku ya. Tolong banget.” ujar Nadin memelas.
Karena tak ada cara lain, akhirnya Yoza menerima penawaran itu. Sebelumnya, mereka pergi ke rumah Nadin untuk membuat sebuah perjanjian tertulis, bahwa Yoza akan menutup mulut kepada Kak Jessi dan kedua orang tuanya jika, Nadin berhasil mengganti uang kamera milik Yoza yang senilai sepuluh juta dalam waktu jangka waktu dua bulan. Jika tidak, Ia akan melaporkan semuanya. Setelah menandatangani perjanjian tersebut, Yoza kembali menuju rumahnya.
Saat Yoza keluar dari halaman rumah Nadin, dirinya kaget melihat pacarnya yang bernama Vania telah menunggu didepan rumah. Nadin yang saat itu mengintip, tidak menyangka kalau pacar Yoza adalah Vania. Karena, Vania adalah model yang sangat terkenal dikalangan televisi maupun majalah.
“Yoza, kemana aja sih kamu? aku tungguin daritadi loh.” sapa Vania sambil keluar dari dalam mobil.
“Aduh…maaf sayang, tadi aku habis ada urusan sama tetangga. Kamu ada perlu apa kesini?” tanya Yoza dengan manja. Ia sengaja seperti itu, karena menyadari Nadin sedang memata-matai mereka berdua dan takjub dengan kehadiran pacarnya itu, yang tak lain adalah seorang model terkenal.
“Yoza, maaf ya sebelumnya. Aku dateng kesini Cuma mau bilang dua hal ke kamu. Yang pertama aku mau nyerahin undangan ultahku ini buat kamu. Dateng ya Minggu depan! Terus yang kedua, aku… aku… mau kita putus. Aku ngerasa kalau kita lebih cocok berteman. Maaf banget ya, Za.” kata Vania sambil memeluk Yoza, lalu pergi meninggalkannya.
Mendengar pengakuan Vania, Yoza hanya bisa diam meratapi kepergian mantan pacarnya itu. Nadin yang daritadi melihat kejadian tersebut, hanya bisa tertawa terbahak-bahak melihat ekspresi Yoza yang sangat frustasi.
“Cie…yang habis diputusin sama pacarnya. Selamet ya!” ledek Nadin sambil tertawa.
Yoza hanya diam saja mendengar cemooh dari Nadin, lalu masuk kedalam rumah.
            Didalam kamar barunya, Nadin sedang asyik menonton drama Korea favoritnya. Tiba-tiba, Kak Jessi masuk kedalam dan duduk disebelah adiknya.
“Nadin, Minggu depan kamu gantiin kakak ke pesta ulang tahunnya Vania Larissa, ya? Dia itu pelanggan di Butik Kakak. Dia baru aja nelfon buat ngundang Kakak ke acaranya. Kamu tinggal dateng, nyelametin dia, ngasi kado, terus pulang deh. Tolong ya?” rayu Kak Jessi.
“Vania Larissa yang model itu? Aduh…aku kan enggak kenal sama dia, Kak” bantah Nadin.
“Jugaan nanti kalian jadi temen Sekolah. Kan, Vania itu anak SMA Tunas Bangsa juga, Nad. Kamu tinggal bilang ke dia kalau kamu Adiknya Kakak. Dia pasti ngerti kok. Soalnya Kakak harus dateng ke pernikahan temen Kakak Minggu depan. Dia itu temen deket Kakak pas kuliah. Kan gak enak, Nad.” jawab Kak Jessi.
“Iya deh, tapi khusus besok, uang jajan Nadin ditambahin ya?” tawar Nadin.
“Iya gampang deh. Makasi ya Nad!” jawab Kak Jessi, lalu pergi meninggalkan Nadin.
Seminggu Kemudian…
Malamnya, Nadin hadir di pesta ulang tahun Vania. Disana sudah ada ratusan undangan yang datang ke pesta itu. Sebagian besar undangan yang hadir adalah wartawan dari berbagai media massa. Saat sedang berkeliling, Nadin tidak sengaja menabrak seorang pria dengan postur tubuh yang cukup tinggi.
“Maaf ya, aku enggak sengaja.” kata Nadin dengan perasaan malu.
“Iya, enggak apa-apa kok. Kamu Nadin murid baru di SMA Tunas Bangsa, kan? Hey, kenalin aku Adit. Temen sekelas kamu.” jawab Pria yang bernama Adit itu.
“Ooh…jadi namamu Adit! Aku kenal kok sama wajahmu di kelas, kan tiap hari kita sering ketemu. Hehe…aku Nadin.” sapanya.
Vania yang sedari tadi melihat kebersamaan Nadin dan Adit, merasa sangat cemburu. Lalu dirinya segera menghampiri mereka berdua.
“Hai dit, kapan datengnya? Oh iya…cewek ini siapa? Pacar kamu?” tanya Vania penasaran.
“Vania, selamat ulang tahun ya…aku Nadin, Adiknya Jessica Andriana. Maaf, Kak Jessi enggak bisa dateng, soalnya dia ada urusan mendadak. Kita berdua cuma temen sekelas aja kok.” sapa Nadin sambil menjabat tangan Vania, lalu memberikannya sebuah kado.
“Oke makasi ya. Jadi kamu Adiknya? Aku juga baru inget kalo kamu itu murid baru di Sekolah kita. Tapi sayangnya, kita beda kelas.” jawab Vania dengan perasaan lega, mengetahui Nadin bukanlah pacar Adit.
Saat mereka sedang asyik berbicara, tiba-tiba Yoza datang sambil merangkul mesra bahu Nadin.
“Aduh…my sweety kemana aja sih? Daritadi aku cariin, ternyata disini.” ujar Yoza sambil memandang Nadin.
“Loh! Kalian berdua pacaran? Selamat, ya. Aku ikut seneng. Kalian berdua cocok loh.” rayu Vania.
Mendengar ucapan itu Yoza yakin, kalau Vania benar-benar sudah  melupakannnya. Padahal Yoza sengaja bersandiwara agar Vania cemburu. Namun kenyataannya, Vania sama sekali tidak cemburu dengan perlakuan Yoza terhadap Nadin. Nadin yang melihat perlakuan Yoza, merasa sangat tidak terima. Segera dirinya membantah pernyataan tersebut. Namun saat hendak berbicara, Yoza segera mengajak Nadin pergi ke stand makanan meninggalkan Adit dan Vania berdua.
“Eh…apa-apaan nih maksudnya? Pakek ngaku kalau kamu pacarku segala. Jijik tau!” teriak Nadin.
“Sstt...jangan teriak-teriak, dong. Aku sengaja gitu supaya tau responnya Vania, sebenernya dia itu masih suka sama aku apa enggak. Please sekali ini aja Nad, bantuin aku.” Yoza memohon.
“Enak aja! Aku bukan boneka yang bisa kamu ajak main kapan aja. Kalo mau sandiwara, cari aja orang lain! Kenapa mesti aku? Males banget, aku harus bantuin kamu bohongin dia. Isss!” ucap Nadin dengan wajah mencibir.
“Ciee…yang berduaan! Lagi ngapain sih? Kayaknya heboh banget.”  sapa Vania.
Nadin yang melihat kehadiran Vania dan Adit, hanya bisa diam dan bergegas pergi meninggalkan mereka. Namun saat hendak pergi, Yoza segera menarik tangan Nadin dengan erat.
“Kita lagi asyik pacaran!” sesaat setelah berkata seperti itu, Yoza segera mencium kening Nadin. Semua orang yang melihat peristiwa itu, tidak hanya tinggal diam. Mereka langsung mengabadikan momen tersebut dengan memotretnya. Vania dan Adit benar-benar kaget, melihat apa yang telah Yoza lakukan ke Nadin. Selesai mencium keningnya, Yoza segera membawa Nadin pergi dari pesta.
“Woy Nad! Kok diem aja sih, daritadi? Pasti terpukau ya, sama apa yang aku lakuin tadi?” tanya Yoza sambil terus menyetir mobil.
Nadin yang selama dalam perjalanan pulang, diam seribu bahasa, kini sudah mulai sadarkan diri, dari apa yang telah terjadi. Ia segera memukul kepala Yoza dengan tas yang dibawanya. PLAKKKK!
“AAAA! Sialan…apa maksudnya nih?” teriak Yoza sambil mengelus-elus kepalanya.
“Apa maksudnya? Pantesnya aku yang nanya kayak gitu ke kamu! Apa maksudmu nyium aku kayak gitu didepan banyak orang? Gak tau malu banget, sih! Padahal selama ini aku berharap ngedapetin first kiss dari orang yang aku sayang, tapi kenyataannya ? First kiss ini malah aku dapet dari orang gila kayak kamu! Sial!” ujar Nadin menahan tangis.
“Cowok cool gini kamu bilang orang gila? Wah…gak waras nih cewek! Iya-iya, aku ngaku salah deh sama kamu. Maaf banget, tadi aku kehilangan akal sehat Nad buat menghadapi Vania.”  kata Yoza menyesal.
“Terserah! Yang penting aku nggak mau tau, kalau sampai orang-orang di Sekolah ngomongin peristiwa tadi, kamu sendiri yang harus tanggung jawab!” jawab Nadin kesal.
“Iya, tenang aja!” sahut Yoza.
Selama perjalanan pulang, Yoza terus memperhatikan Nadin yang sedang terlelap tidur. Saat menatap wajah Nadin, Yoza hanya terus tersenyum. Dalam hati dirinya senang karena cewek ini sudah masuk kedalam hidupnya.
Keesokan paginya di Sekolah, Nadin digemparkan gosip lewat sebuah majalah yang menyatakan bahwa, Nadin adalah perusak hubungan antara Yoza dan Vania. Semua orang yang melihat Nadin, langsung mengolok-olok dirinya. Bahkan, fans dari Vania ikut menerornya dengan berbagai ancaman. Mendengar berita itu, Yoza tambah merasa bersalah pada Nadin, karena tidak dapat mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukannya. Akhirnya, Yoza segera meminta tolong kepada Vania, untuk mengklarifikasi masalah tersebut kepada media massa. Dengan senang hati, Vania berjanji akan berusaha mengklarifikasi berita itu kepada yang lain.
Semenjak berita itu beredar, Yoza dan Nadin tidak pernah saling berbicara lagi. Yoza pun berinisiatif untuk meminta maaf lagi kepadanya, tentang masalah yang beredar di Sekolah. Namun, saat Ia hendak menghampiri Nadin didalam kelas, dirinya melihat Adit mendekati Nadin dan mengajaknya untuk makan malam di sebuah Restaurant. Melihat kejadian itu, seketika Yoza mengurungkan niatnya untuk menghampiri Nadin.
Pada malam harinya di sebuah Restaurant, Adit dan Nadin sedang asyik bersendau- gurau sambil menyantap hidangan yang ada.
“Hmm…ini nasi goreng apa sih, Dit? Rasanya enak banget. Cenderung kayak daging ayam, tapi teksturnya lebih lembut.” kata Nadin sambil terus melahap makanannya.
“Hahaha…kamu bisa aja Nad. Nasi goreng yang tadi aku pesenin itu, bukan dari daging ayam. Tapi, udang yang dicincang terus dicampur kedalam nasi goreng.” ujar Adit.
“Apa…udang?! Kamu yakin, Dit?” tanya Nadin tidak percaya.
“Iya Nad, yakin. Emang kenapa?” Adit menjadi bingung.
“Eh…nggak kok, Dit. aku cuma gak nyangka aja.” ujarnya. Beberapa saat kemudian, Nadin segera menuju toilet. Disana, Ia panik sambil terus menggaruk-garuk sekujur leher dan wajahnya. Ternyata, Nadin memiliki alergi terhadap udang. Sejak kecil, Ia tidak menyukai udang. Jika menyantapnya, sekujur wajahnya akan membengkak dan memerah. Sebelum wajahnya berubah memburuk, Nadin buru-buru meminta Adit untuk mengantarnya pulang kerumah dengan alasan tidak enak badan. Dengan sedikit heran, akhirnya Adit mengantarkan Nadin pulang kerumahnya dengan perasaan kecewa.
Setelah Adit pergi meninggalkannya dirumah, Nadin segera mencari kunci rumah yang ada didalam tasnya. Namun, kunci itu tidak juga ia temukan. Nadin menjadi semakin panik. Sepertinya Ia menghilangkan kunci itu di Restaurant. Hari ini, Kak Jessi tidak pulang ke rumah. Karena Ia harus lembur di Butiknya. Sementara lokasi rumah ke butik sangat jauh. Nadin juga tidak membawa HP. Kini, lengkaplah penderitaan Nadin. Sedikit demi sedikit rintik hujan mulai turun. Nadin hanya bisa duduk pasrah didepan pintu rumah, berharap akan ada keajaiban yang datang.
Sementara itu dikamarnya, Yoza sibuk menelepon Nadin. Namun, tidak ada jawaban. Yoza cemas, karena waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 sedangkan rumah kediaman Nadin masih kelihatan gelap tak berpenghuni. Sesekali Yoza mengintip dari balik jendela, memastikan apakah Nadin sudah datang. Dan ketika Yoza melihat secara lebih detail, Ia terkejut mendapati Nadin bersandar didepan pintu rumahnya sendiri. Yoza segera keluar, memastikan apa yang sedang Nadin lakukan.
Yoza berjalan, menyusuri derasnya hujan dengan menggunakan payung. Sesampainya disana Ia tak menyangka orang yang berada didepan pintu itu memang Nadin. Sambil berlari kecil, Yoza segera menghampirinya.
“Ngapain kamu diluar malem-malem gini?” tanya Yoza yang ikut duduk disebelah Nadin.
“Aku enggak bisa masuk kedalem, gara-gara kunci rumah hilang. HP juga ketinggalan dikamar. Terus Kak Jessi lagi lembur di Butik, dan baru bisa pulang besok malem.”   jawab Nadin sambil terus menundukkan wajah.
“Ceroboh banget sih kamu! Terus, gimana makan malamnya tadi sama Adit?” tanya Yoza penasaran.
“Biasa aja. Loh…kok kamu tau aku pergi sama Adit?” Nadin heran.
“Ya taulah…eh kenapa nunduk terus? Masih marah ya sama aku, soal kejadian di pestanya Vania? Sekali lagi maaf ya.” ujar Yoza sambil berusaha melihat wajah Nadin yang tertunduk.
“Siapa juga yang marah? Dari dulu, aku itu udah maafin kamu, Za. Kamu aja yang nanggepinnya berlebihan. Tadi aku makan sama Adit di Restaurant, aku nyuruh dia mesen makanan. Eeh…taunya dia malah ngasi aku nasi goreng yang isinya udang. Aku kan alergi seafood sedikit, jadinya ya gini.” Nadin memperlihatkan wajahnya.
“Buset! Wajah kamu kenapa hancur gitu, Nad? Udah kayak telur orak-arik aja. Ayo kerumahku. Kalo kamu terus disini, nanti kamu sakit, loh. Apalagi wajah kamu kayak gitu.” ajak Yoza sambil memegang tangan Nadin.
“Enggak…ah. Aku enggak enak, Za!” bantah Nadin.
“Udah, nggak apa-apa! Kamu lupa ya Nad? kita ini kan tetangga. Jadi kamu enggak perlu sungkan.” jelasnya.
Akhirnya, Nadin menerima ajakan Yoza untuk tinggal dirumahnya. Di dalam kamar Yoza, Tante Diana sibuk memeriksa kondisi Nadin. Setelah memeriksa keadaannya, Tante Diana memberikan Nadin sebuah obat penghilang alergi.
“Nadin…jangan digaruk terus lukanya. Ini juga udah mau baikan. Mungkin besok kamu jangan sekolah dulu ya. Biar Tante yang nitip suratnya ke Yoza. Sekarang kamu istirahat.” ucap Tante Diana dengan penuh kelembutan.
“Makasi banyak ya Tante, maaf Nadin udah ngerepotin kalian semua.” sesal Nadin.
Tante Diana hanya tersenyum lalu mengelus rambut Nadin. Setelah itu, Ia pergi meninggalkan Nadin sendirian didalam kamar. Saat sedang sendirian, Nadin iseng mengobrak-abrik barang-barang yang ada dikamar Yoza. Ia melihat banyak sekali ada album-album foto hasil potretan Yoza. Ia juga melihat foto semasa Yoza masih kecil.
“Hahaha imut banget sih Yoza!” ujar Nadin sambil terus membalik halaman demi halaman. Sesaat Nadin asyik melihat isi album-album itu, tiba-tiba pintu kamar pun terbuka.
“Ngapain kamu liat-liat albumku? Usil banget sih. Udah tidur sana! Nanti bibir Donald bebeknya gak sembuh-sembuh loh!” Ancam Yoza sambil menunjuk bibir Nadin yang masih bengkak akibat alergi.
“Iya-iya maaf Za. Habis aku penasaran banget. Oh iya, ini aku mau ngembaliin uang kamera kamu. Maaf ya baru separuh, itu hasil tabungan sama penjualan barang-barang yang aku punya. Sisanya aku bayar pelan-pelan ya.” kata Nadin sambil menyerahkan sebuah amplop yang dia ambil dari dalam tasnya.
Yoza merasa sangat terkejut dan tidak enak hati, melihat apa yang telah Nadin lakukan demi mengganti kameranya yang rusak.
“Udah Nad, simpen aja uangnya. Masalah itu gak usah terlalu dipikirin.” jawab yoza sambil mengembalikan amplop tersebut.
“Eh…nggak bisa dong! Yang salah kan aku, jadi ini emang tanggung jawab aku, Za.” Nadin berbicara dengan tegas.
Akhirnya, Yoza mengambil uang tersebut dengan raut wajah sedih, lalu pergi meninggalkan Nadin.
Keesokan paginya, Nadin sangat senang mendapati wajahnya yang sudah kembali normal. Ia segera keluar dari kamar untuk menghampiri Tante Diana yang sedang sibuk menyiram bunga ditaman. Saat Nadin sampai, Tante Diana segera menyampaikan pesan dari Yoza, untuk membaca surat yang ada di atas meja belajarnya. Selesai mendengar ucapan Tante Diana, Nadin segera mencari surat yang dimaksud. Didalam surat itu, Yoza mengatakan, jika sepulang sekolah nanti Ia ingin mengajak Nadin pergi ke suatu tempat. Setelah membaca surat tersebut, Nadin tidak sabar menunggu kepulangan Yoza.
Ketika dirinya ingin memasukkan surat itu kembali kedalam amplop, tiba-tiba suratnya jatuh dan terseret ke bawah kolong tempat tidur Yoza. Saat hendak mengambil surat itu, Nadin juga menemukan sebuah tas berwarna hitam dari bawah tempat tidur Yoza. Karena penasaran, Nadin mengambil tas itu lalu membukanya. Saat dibuka, betapa terkejutnya Nadin mendapati kamera yang rusak itu ada didalamnya. Yang lebih mengejutkannya lagi, kamera itu dalam kondisi yang masih sangat bagus, bahkan tanpa ada lecetan maupun goresan sedikitpun.
Melihat semua itu, Nadin spontan meneteskan air mata. Ia tidak menyangka bahwa Yoza yang selama ini dia kenal adalah seorang penipu.
Sesampainya di rumah, Yoza segera menuju ke kamar untuk mengajak Nadin pergi. Namun ironinya, ketika Yoza datang, Nadin langsung mendaratkan sebuah tamparan diwajah Yoza.
“Kamu puas udah ngerjain aku? Aku kira selama ini kamu itu orang yang baik, tapi ternyata kamu nggak lebih dari seorang penipu! Kamu bilang kalau kamera kamu itu rusaklah, hancurlah. Tapi ini apa? Kamera kamu masih kelihatan bagus banget, persis seperti baru Za! Dari dulu, aku pusing mikirin gimana caranya supaya bisa ganti kamera kamu yang mahal itu. Aku kuras tabungan aku, aku jual semua barang-barang kesayanganku. Tapi nyatanya, dibalik semua ini kamu cuma berniat buat nyusahin aku aja kan, Za?! Bener-bener keterlaluan!” teriak Nadin dengan air mata yang terus bercucuran.
“Nadin…maaf, aku bisa jelasin semuanya. Aku nggak ada niat buat memeras kamu sama sekali! Beneran! Tapi sebelumnya kamu nggak ada ngeliat isi yang ada didalam kamera itu kan?” Yoza bertanya dengan perasaan takut.
“Aku nggak perlu dengerin penjelasan kamu lagi, dan aku juga nggak punya  waktu buat ngeliat isi yang ada didalam kamera itu! Paling isinya cuma sampah yang nggak berguna!” tegas Nadin sambil berlari keluar dari kamar Yoza.
Nadin sangat kecewa, Ia tidak menyangka akan dipermainkan seperti ini. Semenjak kejadian itu, Nadin tidak ingin mengenal Yoza lagi. Ia lebih memilih menjadi sosok yang pendiam seperti dulu, karena baginya percuma menjadi sosok yang periang, jika pada akhirnya selalu menerima rasa sakit dari orang-orang sekitar yang dirinya kenal.
2 Minggu kemudian….
            Hari ini Nadin sedang sibuk membuat komik untuk koleksi barunya. Akhir-akhir ini, Nadin sangat bersemangat dalam menggeluti hobinya tersebut. Apalagi semenjak komik buatannya berhasil diterbitkan oleh penerbit ternama milik kerabat Adit.
            “Nadin…ini ada kiriman dari Tante Diana. Katanya sih ini titipan dari Yoza.” kata Kak Jessi sambil menaruh sebuah amplop di atas sofa. Saat Nadin buka, ternyata itu adalah uang ganti rugi yang pernah ia berikan kepada Yoza.
            “Bukannya kakak ikut campur masalah kamu, tapi kalo bisa kamu jangan diem-dieman terus dong sama Yoza. Kalian itu udah kenal cukup lama, apalagi tetanggaan. Kan enggak enak, Nad.” nasihat Kak Jessi.
            “Oh iya…Nad! Kakak denger, besok Yoza mau berangkat ke Paris, buat ngelanjutin studi fotografi yang dulu sempet ketunda. Katanya sih, dia tinggal disana buat jangka waktu yang lama. Mending kamu samperin dia. Daripada nanti nyesel loh!” lanjut Kak Jessi sambil meninggalkan Nadin sendiri di kamar.
Mendengar apa yang disampaikan Kakaknya, seketika Nadin menghentikan kegiatannya. Dirinya sedikit merasa bersalah, karena jika dipikir-pikir lagi, semua itu bukanlah sepenuhnya kesalahan Yoza. Seharusnya, Nadin juga harus mendengar alasan mengapa Yoza melakukan semua itu.
Saat melihat arah jarum jam, Nadin teringat akan sesuatu. Ia lupa kalau hari ini akan pergi ke pesta ulang tahun sekolah bersama dengan Adit. Dengan tergesa-gesa, Nadin segera mempersiapkan diri. Tepat pukul 20.00 Adit datang menjemput Nadin lalu pergi bersama.
Di Sekolah, Nadin tidak sepenuhnya menikmati acara yang ada. Ia merasa ada sesuatu yang mengusik pikirannya. Entah mengapa, selama acara berlangsung Nadin hanya memikirkan rasa bersalahnya terhadap Yoza. Apalagi saat Ia menyadari Yoza tidak hadir dalam acara itu.
“Nadin, aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Sebenernya…sebenernya dari pertama kamu masuk di sekolah ini, aku udah suka sama kamu. Nad, Kamu mau nggak jadi pacarku?” tanya Adit.
“Nadin?” Adit heran melihat tatapan kosong dari wajah Nadin.
“Eh…maaf tadi kamu bilang apa Za?” Nadin yang sedari tadi melamun, akhirnya tersadar, dan balik bertanya pada Adit.
“Za? Aku Adit, Nad. Bukan Yoza. Sebenernya, tadi aku nembak kamu untuk jadi pacar aku, Nad. Terus jawaban kamu gimana? ” Adit bertanya dengan penuh harap.
“Kamu suka sama aku? Aduh…Dit, aku minta maaf banget ya. Kayaknya kita lebih cocok temenan aja deh. Maaf ya? Aku yakin, kalau Vania itu sebenernya suka sama kamu. Kenapa kamu enggak memberikan kesempatan ini buat dia?” kata Nadin dengan penuh penyesalan.
“Oke, aku ngerti kok sama apa yang kamu maksud, Nad. Aku akan berusaha ngasi kesempatan ke Vania, buat bisa lebih deket sama aku.” ujar Adit mengerti.
Setelah berbicara, Nadin bergegas pergi meninggalkan Adit sendiri di pesta itu. Karena Nadin ingin meminta maaf kepada Yoza atas apa yang telah terjadi. Sementara di pesta itu, Adit hanya duduk termenung melepas kepergian Nadin. Namun tiba-tiba, datang seorang gadis yang lalu duduk disebelahnya. Ternyata, gadis itu adalah Vania.
“Ada yang mau nemenin aku makan es krim enggak?” tawar Vania dengan senyuman manis.
Melihat kehadiran Vania, Adit menjadi sadar, kalau orang yang Ia cari selama ini ada didepannya. Walaupun, dirinya belum mengenal Vania secara lebih jauh, tetapi Adit yakin jika Ia mau memberikan kesempatan, maka kebahagiaan  itu akan hadir dengan sendirinya.
Of course!” jawab Adit yang juga ikut tersenyum.
Sesampainya dirumah Yoza, Tante Diana sedikit bingung dengan bertamunya Nadin kerumah. Namun, setelah mendengar penjelasan dari Nadin, Ia segera menyuruhnya untuk menunggu Yoza didalam kamar. Ternyata, saat itu Yoza sedang pergi ke sebuah taman yang tidak jauh dari sana.
Didalam kamar, Nadin hanya bisa tersenyum mengingat dulu Yoza pernah membantunya mengatasi gejala alergi yang Ia alami. Sudah lama rasanya, Nadin tidak mampir kerumah ini lagi. Saat sedang duduk, pandangan Nadin tertuju pada sebuah kamera yang ada diatas tempat tidur. Diambilnya kamera itu, lalu dilihatnya isi kamera tersebut. Nadin tersentak kaget, mengetahui isi dari kamera itu adalah foto-foto dirinya dengan berbagai kegiatan.
“Ngapain kamu kesini? Pakai ngelihat isi kamera orang tanpa minta ijin lagi!” tiba-tiba Yoza datang dari balik pintu dan segera merampas kamera yang sedang Nadin pegang.
“Terus, ngapain juga kamu foto-foto aku tanpa minta ijin?” Nadin balik bertanya.
“Bukannya kamu pernah bilang, kalo isi dikamera ini cuma tumpukan sampah yang enggak penting? Ngapain juga kamu peduli? Udah sana pergi!” bentak Yoza yang berusaha menutupi rasa malunya dengan mengusir Nadin.
“Yoza…aku mau minta maaf sama kamu soal masalah kamera itu. Aku enggak bermaksud bilang, kalau hasil foto-foto kamu itu sampah. Justru aku kagum banget ngelihat hasil karya kamu itu. Aku juga udah tau dari Kak Jessi kalau kamu mau pergi ke Paris. Aku jadi makin ngerasa menyesal, kalo enggak segera minta maaf sama kamu, Za.” ujar Nadin dengan penuh penyesalan.
“Ke Paris? Siapa juga yang mau pergi? Ngaco banget sih kalau ngomong!” ucap Yoza heran.
“Hah? Berarti semua itu enggak bener? Aduh…aku kok bisa-bisanya sih percaya sama omongannya Kak Jessi? Bikin Malu aja. Kak Jessi, awas ya!” kata Nadin.
 “Mungkin ini emang udah saatnya, Nad. Buat ngasitau ke kamu, kenapa aku enggak terus terang tentang masalah kamera yang udah diperbaiki itu. Mending, kamu ikut aku sekarang.” ajak Yoza sambil menggandeng tangan Nadin.
Yoza mengajak Nadin pergi ke sebuah lahan kosong yang ditutupi oleh tembok. Di pintu gerbang dekat tembok itu, tertulis kalimat dilarang masuk. Ketika mereka masuk, ada taman bunga yang sangat cantik. Di tengah-tengah taman itu berdiri sebuah rumah teras yang cukup besar. Saat Yoza menghidupkan lampu teras itu, betapa kagetnya Nadin, melihat disekeliling teras itu ada banyak foto-fotonya terpajang disana. Diantaranya, ada ekspresi saat Nadin menggambar komik ditaman, menyiram bunga, tertawa bersama teman-teman, belajar dikelas, menangis didalam kamar, membaca buku diperpustakaan, bahkan ada foto saat Nadin sedang tertidur dimobil dan dikamar Yoza. Jika dihitung, mungkin ada lebih dari ratusan foto terpajang disana.
“Ini semua maksudnya apa Za?” Nadin bertanya dengan ekspresi wajah yang sangat bingung.
“Nadin, foto-foto ini adalah alasanku. Sejak pertama kita bertemu, aku ngerasa kalau seketika hidupku berubah menjadi berwarna. Kamu itu gadis paling unik yang pernah aku temui. Karena kamu satu-satunya orang, yang bisa buat aku terus tersenyum. Kamu adalah satu-satunya orang yang sangat ingin aku lindungi. Bahkan, untuk marah sama kamu pun aku enggak bisa, Nad. Karena aku, paling nggak kuat setiap kali ngeliat kamu sedih. Aku enggak ngerti apa penyebab dari semua itu. Hingga akhirnya aku sadar, kalau penyebab semuanya itu karena aku sayang sama kamu. Aku sengaja enggak terus terang ke kamu soal kameraku yang udah diganti dengan garansi. Karena aku takut, kalau masalah kita selesai, kita nggak akan bisa deket seperti sekarang ini. Aku takut nggak bisa berantem sama kamu lagi, mendengar suara kamu lagi, dan melihat senyum kamu lagi, Nad. Maka dari itu, aku berusaha menutupi semuanya dengan berbohong.”  Yoza menjelaskan dengan penuh kelembutan.
“Apa kamu tau Nad?  setiap hari bahkan setiap saat aku selalu berusaha ngedapetin foto tentang kamu. Bahkan, aku enggak mau melewatkan satu momen pun tentang kamu. Dan inilah hasilnya. Hampir semua hasil fotoku tentang kamu, aku pajang disini. Awalnya ini cuma taman kosong milik keluargaku yang udah enggak terpakai lagi. Tapi semenjak kamu hadir, aku berusaha memanfaatkan taman ini menjadi tempatku untuk mengekspresikan rasa sayangku ke kamu.” kata Yoza menambahkan.
Sesaat mendengar semua penjelasan Yoza, Nadin menjadi sadar dan percaya, bahwa Yoza sangat menyayanginya. Ia tidak menyangka, akan ada seorang pria yang sangat memperhatikan dirinya seperti ini.
“Za…aku bener-bener enggak nyangka kalau selama ini kamu sayang sama aku. Karena selama ini yang aku lihat, kamu selalu bertingkah galak dan cuek sama aku. Ini semua diluar dugaan banget!” ujar Nadin.
“Aku emang sengaja bertingkah kayak gitu ke kamu, untuk menutupi rasa sayang aku ke kamu, Nad. Karena aku bingung, harus mengekspresikannya kayak gimana.” Yoza menjawab dengan penuh ketegasan.
“Terus jawaban kamu gimana, Nad?” Yoza bertanya dengan penuh kekhawatiran.
“Gimana apanya, Za?” Tanya balik Nadin dengan bingung
“Aku kan udah ngaku, tentang perasaanku ke kamu. Sekarang, aku yang  butuh jawaban pasti dari kamu. Tolong jawab dengan jujur, Nad.” ujar Yoza penuh pengharapan.
“Aku juga sayang banget sama kamu…Za. Kenapa sih, kamu enggak jujur aja dari awal kalau kamu sayang sama aku? Untung aja aku lihat isi kamera itu. Kalau enggak, mungkin sampai bumi kebalik, aku enggak akan pernah tau kalo kamu itu sayang sama aku. Secara kamu itu kan orangnya gengsian banget!” celoteh Nadin sambil tertawa.
“Jadi kita resmi jadian, dong?” tanya Yoza memastikan.
“Menurut kamu?” Nadin balik bertanya sambil memegang tangan Yoza.
Mendengar perkataan Nadin, Yoza tersenyum puas, karena ia yakin jika Nadin sudah menyetujui hubungan tersebut. Dapat dibuktikan dari genggaman tangan Nadin yang membuat Yoza semakin percaya.
“Udah pasti resmi dong. Kalo enggak resmi, mana mungkn kamu genggam tangan aku kayak gini.” cibir Yoza dengan usil.
“Hahaha…aku sayang kamu Yoza.” ujar Nadin sembari memeluk Yoza dengan eratnya.
“Aku lebih sayang kamu, Nadin.” Balas Yoza yang juga tak mau kalah dengan ucapan Nadin.