Nggak tau kenapa setiap aku ngeliat video ini, pasti bawaanya ketawa terus. Ini adalah masa-masa terindah selama aku berada di SMP. Makasi buat semua kenangan indah ini temen-temen. Walaupun sekarang kita semua mencar, tapi aku yakin hati kita dan kenangan kita selalu bersama. Salam buat semuanya ya. Nindya, Della, Manik, Jesya, Komala, Githa, Kiddy, Nadya, Tuti, Nita, Sinta, Mirah, Wiwik, Gekfi, Michael, Bagas, Prasta, Axel, Apid, Lilik, Wiwin, Marisa, Nova, Dwik, Erik, Yogik, Bayu, Rai, Panda, Adit :D
Angel's Diary
Welcome to my world. All of my story is written here.
Senin, 21 Oktober 2013
9A in Memorian
Nggak tau kenapa setiap aku ngeliat video ini, pasti bawaanya ketawa terus. Ini adalah masa-masa terindah selama aku berada di SMP. Makasi buat semua kenangan indah ini temen-temen. Walaupun sekarang kita semua mencar, tapi aku yakin hati kita dan kenangan kita selalu bersama. Salam buat semuanya ya. Nindya, Della, Manik, Jesya, Komala, Githa, Kiddy, Nadya, Tuti, Nita, Sinta, Mirah, Wiwik, Gekfi, Michael, Bagas, Prasta, Axel, Apid, Lilik, Wiwin, Marisa, Nova, Dwik, Erik, Yogik, Bayu, Rai, Panda, Adit :D
Saat Cinta Selalu Pulang
Natan dan Nadin adalah
sahabat dekat. Mereka sudah bersahabat sejak duduk di bangku TK. Natan adalah
seorang pria yang sangat pintar dan suka bermain gitar. Sedangkan Nadin adalah
seorang gadis yang ceria dan suka menari. Setiap hari selalu mereka lewati
bersama, itu karena rumah mereka bersebelahan. Mereka sudah menjadi tetangga
hampir 17 tahun lamanya.
Sebenarnya sejak awal Natan sudah menyukai Nadin melebihi
seorang teman. Tetapi Natan tidak berani menyatakan perasaannya yang sesungguhnya
kepada Nadin. Karena dia takut hal itu akan merusak persahabatan mereka selama
ini. Hingga pada suatu hari disekolah, Nadin berkenalan dengan seorang kapten
basket bernama Adit. Ternyata selama ini, Adit sudah menyukai Nadin. Dan tak
lama kemudian mereka menjadi sepasang kekasih. Melihat semua itu, Natan merasa
sangat sedih. Dia merasa jika Adit bukan seorang pria yang baik. Banyak orang
yang mengenal Adit sebagai playboy. Saat Natan hendak member nasehat kepada
Nadin untuk berhati-hati, Nadin justru merasa sangat tersinggung. Karena Nadin
mengira bahwa Natan hanya ingin merusak hubungannya dengan Adit. Akhirnya
pertengkaran terjadi, hingga Natan dan Nadin tidak pernah saling berbicara lagi
selama hampir 6 bulan. Saat pesta kelulusan sekolah tiba, Nadin tidak datang
bersama Adit. Adit berkata jika dia tidak bisa hadir dengan alasan ada acara
keluarga. Tetapi, dua jam setelah pesta berlangsung, Nadin sangat terkejut
karena Adit datang bersama dengan perempuan lain, bernama Calista. Saat melihat
Nadin, Adit juga ikut terkejut. Karena dirinya mengira bahwa Nadin tidak akan
hadir ke pesta itu. Adit hanya memandang Nadin dengan tatapan bersalah. Natan
yang berada disana, langsung menghampiri Adit, dan memukul pria itu sampai
terjatuh. Suasana pesta kini menjadi ramai. Setelah memukul Adit, Natan
langsung memberinya peringatan untuk tidak mendekati Nadin lagi. Setelah itu, Natan lalu mengajak Nadin pergi
ke sebuah taman. Disana Nadin hanya bisa menangis mengingat apa yang telah Adit
perbuat. Nadin tidak menyangka jika selama ini apa yang di katakana Natan
semuanya benar. Setelah Nadin berhenti menangis, akhirnya Natan memberanikan
diri untuk berbicara. Natan mengatakan jika besok dia akan pergi melanjutkan
kuliahnya di Korea, untuk waktu yang sangat lama. Natan juga mengatakan agar
Nadin bisa menjaga dirinya dengan baik di Indonesia. Setelah berbicara, Natan
pun pergi meninggalkan Nadin sendiri di taman.
Keesokan paginya, Nadin bergegas pergi mencari Natan yang
sudah berangkat ke bandara. Di dalam perjalanan, Nadin menyadari jika orang
yang selama ini dia sukai adalah Natan. Karena untuk pertama kalinya, Nadin
merasa takut kehilangan seseorang di dalam hidupnya. Sementara di bandara,
Natan hanya duduk sambil memegang sebuah amplop biru. Awalnya dia hendak
memberikan surat itu untuk Nadin. Tetapi Natan tidak berani untuk
memberikannya. Setelah berpikir cukup lama, akhirnya Natan memutuskan untuk
memberikan surat itu kepada Nadin sebelum dia akan pergi. Saat hendak
menyebrangi perempatan jalan, dari seberang jalan natan melihat Nadin yang
hendak menuju ke bandara. Mereka saling bertatapan dan tersenyum. Karena merasa
begitu senang, tanpa menunggu lampu merah menyala, Nadin segera berlari menghampiri
Natan tanpa menghiraukan ramainya lalu lintas. Tiba-tiba dari sebelah kanan
jalan ada sebuah mobil yang melaju sangat cepat menuju ke arah nadin. Melihat
kejadian itu, Natan terkejut dan berusaha member peringatan kepada Nadin.
Tetapi sayangnya Nadin tidak mendengar apa yang natan ucapkan. Akhirnya Natan
berlari menuju ke arah Nadin lalu dengan cepat mendorong Nadin hingga terjatuh
ke pinggir trotoar. Hingga saat itu mobil yang melaju cepat tadi menabrak
Natan. Melihat kejadian itu, Nadin berlari
untuk memastikan keadaan Natan. Tetapi saat Nadin memasuki kerumunan orang, dia
sangat terkejut karena Natan sudah tergeletak di jalan dengan tubuh berlumuran
darah. Nadin hanya bisa menangis sambil memeluk Natan dengan erat. Natan yang
sedikit sadar, lalu menyentuh tangan Nadin dan memberikannya sepucuk amplop
berwarna biru. Saat itu Natan mengatakan jika dia selama ini sangat menyukai
Nadin. Dan bertanya apakah Nadin ingin menjadi pacarnya. Mendengar pernyataan
Natan, Nadin segera mengangguk sambil berkata jika dia juga menyukai Natan
melebihi seorang teman. Setelah mendengar jawaban Nadin, Natan hanya bisa
tersenyum manis lalu memejamkan mata untuk selama-lamanya. Natan telah
meninggal. Dan kini Nadin hanya bisa pasrah melepas kepergian Natan. Dan setelah
membaca surat itu, Nadin kini menyadari betapa Natan sangat menyayangi dirinya.
Di dalam hati, Nadin berdoa kepada Tuhan, semoga di kehidupan yang selanjutnya
dia bisa bertemu kembali dengan Natan, dimana kebahagiaan selalu bersama dengan
mereka dan senyuman yang selalu menghiasi bibir mereka.
1000 Foto Tentang Nadin
Semenjak
kedua orang tuanya meninggal dalam sebuah kecelakaan pesawat, kini Nadin hanya
tinggal bersama dengan Kakak perempuannya, Jessi yang adalah seorang fashion
desainer. Hari-hari Nadin dilalui dengan hampa. Sebelumnya, ia adalah sosok
perempuan yang periang. Namun, setelah kecelakaan itu terjadi, Nadin berubah
menjadi seseorang yang sangat pendiam.
Hari
ini Nadin berada sendirian dirumah. Ia sedang sibuk membereskan pakaian yang
akan dimasukkan ke dalam koper. Sedangkan Kak Jessi, sibuk bekerja di Butik.
Hari ini adalah hari terakhir Nadin dan
Kakaknya berada di Bandung. Di karenakan, besok mereka akan pindah ke Jakarta. Awalnya, Nadin tidak terima
dengan keputusan Kak Jessi, sebab rumah yang saat ini ditempati adalah peninggalan
kedua orang tua mereka satu-satunya. Namun, setelah mendengar penjelasan Kak
Jessi yang memutuskan untuk memindahkan lokasi Butiknya ke tempat yang lebih
strategis di Jakarta, akhirnya mau tidak mau Nadin menerima keputusan Kakaknya
untuk menjual rumah tersebut.
Disaat
Nadin sedang sibuk membereskan pakaiannya, tiba-tiba telepon rumah berbunyi
nyaring. Dengan sigap Nadin berlari kecil lalu mengangkat gagang telepon.
“NADIN!!!
Map biru Kakak hilang! Isinya itu, desain-desain baju buat klien. Beneran Kakak
lupa naruhnya dimana!” teriak Kak Jessi dari dalam telepon.
“Ooh…tadi
malem mapnya aku pinjem Kak, buat niru desain baju disana. Soalnya cocok banget
buat karakter tokoh di komikku yang baru.” jawab Nadin sekedarnya.
“Ya
ampun! Kakak kira mapnya hilang! Lain kali, kalau mau minjem ijin dulu dong!
Habisnya map itu mau diambil sama klien Kakak siang ini. Kalau dalam satu jam
kamu enggak bawa mapnya ke Butik, tamat semuanya! Kesini sekarang juga. CEPETAN!”
Kak Jessi langsung menutup telepon dengan kencang. Menandakan bahwa saat ini
dirinya sangat marah.
Akhirnya,
dengan perasaan gelisah dan takut, Nadin segera membawa map biru itu, dan bergegas pergi menuju tempat Kakaknya bekerja.
Didalam perjalanan, Nadin sibuk mencari taksi yang sedang lewat. Hingga pada
akhirnya, Ia melihat sebuah taksi yang berada tak jauh dari lampu merah. Tanpa
berpikir panjang, Nadin pun segera masuk kedalam taksi itu.
“Pak,
ke Jalan Sudirman. Ayo cepet!” perintah Nadin dengan gelisah. Sesaat setelah berbicara,
Nadin terkejut, karena disebelahnya ada seorang pria yang bingung melihat
kehadirannya disana.
“Kamu
siapa?” Tanya Nadin kaget.
“Heh!
Kamu sendiri siapa?” Tanya balik pria itu.
“Ya…aku
penumpang taksi disini!” jawab Nadin dengan kesal.
“Enak
aja! Aku penumpang taksi ini duluan. Daritadi aku udah ada disini. Kamu aja
yang main nyerobot masuk sembarangan. Ayo Pak, ke Bandara!” kata pria itu
dengan tegas.
Karena
merasa terganggu melihat tingkah laku kedua orang tersebut, akhirnya supir taksi
itu menyuruh mereka keluar untuk menyelesaikan perdebatan yang terjadi.
“Aduh…tolong
ya. Kali ini aja, aku yang pakai taksinya. Soalnya nyari taksi disini susah,
bisa-bisa bisnis Kakakku dalam bahaya kalo aku enggak segera kesana.” Ujar
Nadin memelas.
“Kamu
kira, masalah kamu aja yang harus diurus? Aku juga harus ke Bandara sekarang.
Kalo enggak, bisa-bisa aku ketinggalan pesawat. Udah deh…kamu cari taksi lain
aja!” jawab pria itu dengan kesal.
Saat
si pria hendak masuk kedalam taksi, tiba-tiba saja Nadin langsung mendorongnya
ke jalan, dan segera masuk kedalam taksi. Seketika, pria itu terjatuh dan
kamera yang sedari tadi Ia pegang terjatuh dan rusak.
“Heh!
Cepet turun! Kamu harus ganti rugi sama kameraku!” teriak pria itu dari luar jendela
taksi. Nadin yang berada didalam mobil, tidak menghiraukannya. Segera ia
menyuruh supir taksi untuk melaju meninggalkan pria itu. Dari kejauhan, tampak
kepala Nadin dari kaca jendela sambil menatap si pria.
“Besok
cari aku di Perumahan Graha Indah No. 12. Aku pasti ganti rugi kok, Daaaa!”
teriak Nadin dengan tersenyum puas.
Keesokan
paginya, Nadin dan Kakaknya menuju ke Jakarta. Memang berat rasanya, harus
meninggalkan rumah yang penuh dengan kenangan itu. Namun, dibalik kesedihannya,
Nadin juga merasa lega. Karena berhasil mengelabui pria yang kemarin dirinya
temui ditaksi.
Sesampainya
di Jakarta, Nadin sungguh terkejut melihat tempat tinggal mereka yang baru. Karena,
rumah ini jauh lebih bagus dari rumah mereka yang sebelumnya. Apalagi, rumah yang
sekarang ditempati terdapat banyak tetangga, sehingga Nadin tidak harus merasa
kesepian seperti dulu.
“Gimana?
Kamu suka sama rumah ini?” tanya Kak Jessi yang sedang mengangkat kardus di
bagasi mobil.
“Suka
Kak…rumahnya keren banget!” jawab Nadin.
“Haha…
syukur deh. Oh iya, Nad. Habis beres-beres, kita mampir ke rumah tetangga yang
ada didepan ya? Soalnya mereka ngundang kita buat makan siang disana. Kakak
denger, kalau anak mereka juga sekolah di SMA kamu yang baru. Kan bagus tuh,
kalau kamu bisa kenalan sama dia.” ujar Kak Jessi.
“Wah…seru
dong! Oke kak, Nadin beresin barang-barang dulu, ya.” jawab Nadin.
Selesai
mengatur segala perabotan yang ada, Nadin dan Kakaknya menuju kerumah yang ada
didepan, untuk makan siang. Disana, sudah ada tante Diana dan Oom Farid yang menyambut
kedatangan mereka.
“Halo
Oom Farid, Tante Diana. Kenalkan ini adik saya yang pernah saya certain.
Namanya, Nadin.” sapa Kak Jessi.
“Nadin
cantik ya, Pa? Sama seperti Kakaknya.” puji tante Diana.
“Iya,
Ma. Mereka berdua sama-sama cantik.” Oom Farid ikut menambahkan.
“Hahaha...Tante
dan Oom bisa aja.” jawab Nadin malu.
“Ya
sudah, ayo kita masuk kedalam. Tante udah masakin makanan spesial buat kalian,
loh.” ajak Tante Diana.
Ketika mereka sedang makan, Kak Jessi bertanya
kepada Tante Diana mengapa anak tunggal mereka yang bernama Yoza tidak ikut
bergabung. Tante Diana lalu berkata jika anaknya yang bernama Yoza itu sedang
berobat ke Rumah Sakit, dan akan segera menyusul ke rumah.
“Loh,
memangnya Yoza sakit apa Tante?” tanya Nadin penasaran.
“Begini
loh,Nadin. Sebenarnya awalnya kemarin Yoza mau berangkat ke Paris buat studi
fotografi selama 6 bulan. Tapi saat Yoza mau menuju Bandara, ada yang nyerobot
taksinya dia. Jadinya mereka rebutan taksi. Nah, saat itu Yoza didorong ke
jalanan sama itu orang. Sampai-sampai tangannya Yoza memar semua. Parahnya lagi
kamera DSLR yang dia bawa itu rusak. Akhirnya Yoza gagal pergi ke Paris.” cerita
Tante Diana dengan penuh kekesalan.
Mendengar
cerita itu, Nadin langsung yakin bahwa orang yang dimaksud itu adalah pria yang
kemarin Ia temui di taksi. Dengan perasaan yang kacau balau, Nadin segera
permisi untuk keluar dari ruang makan, dengan alasan sakit perut. Saat Nadin
berada di halaman luar milik Tante Diana, seorang pria tampan dan tinggi datang
dengan ikatan perban menyelimuti tangannya. Ketika melihat pria itu, Nadin
terkejut dan spontan berlari menghindari pria tersebut. Saat mengenal Nadin,
pria yang diketahui bernama Yoza itu segera mengejarnya beralih menuju halaman didepan
rumah Nadin.
“Heh!
Mau kemana kamu? Ketahuan ya, sekarang kamu tinggal disini? Udah bikin aku
batal pergi, ngerusakin kameraku, bikin tanganku luka, terus main kabur lagi,
nggak mau ganti rugi! Puas ya…kamu bohongin aku? Pakai malsuin alamat tempat
tinggalnya segala lagi!” kata Yoza dengan amarah yang memuncak.
“Aduh,
maaf banget ya. Aa…aku enggak bermaksud kabur kok. Serius. Buktinya aku pindah
kedepan rumahmu. Itu supaya, kamu bisa nagih hutang kapan aja ke rumahku.” ujar
Nadin terbata-bata.
Mendengar
pengakuan Nadin, Yoza tau betul cewek itu lagi berbohong. Akhirnya Yoza
mengajak Nadin untuk masuk kedalam rumah dan mengakui kesalahannya didepan kedua
orang tua Yoza. Namun dengan cepat Nadin membantah ajakan tersebut. Karena
dirinya takut dimarahi oleh kedua orang tua Yoza.
“Alah!
Tampang aja kayak preman. Tapi nyalinya ciut kayak anak ayam!” ledek Yoza.
“Enak
aja! Kalau kamu mau aku ganti rugi, oke aku terima. Tapi jangan kasi tau
ke orang tuamu dan ke kakakku ya. Tolong
banget.” ujar Nadin memelas.
Karena
tak ada cara lain, akhirnya Yoza menerima penawaran itu. Sebelumnya, mereka pergi
ke rumah Nadin untuk membuat sebuah perjanjian tertulis, bahwa Yoza akan
menutup mulut kepada Kak Jessi dan kedua orang tuanya jika, Nadin berhasil
mengganti uang kamera milik Yoza yang senilai sepuluh juta dalam waktu jangka
waktu dua bulan. Jika tidak, Ia akan melaporkan semuanya. Setelah menandatangani
perjanjian tersebut, Yoza kembali menuju rumahnya.
Saat
Yoza keluar dari halaman rumah Nadin, dirinya kaget melihat pacarnya yang
bernama Vania telah menunggu didepan rumah. Nadin yang saat itu mengintip, tidak
menyangka kalau pacar Yoza adalah Vania. Karena, Vania adalah model yang sangat
terkenal dikalangan televisi maupun majalah.
“Yoza,
kemana aja sih kamu? aku tungguin daritadi loh.” sapa Vania sambil keluar dari
dalam mobil.
“Aduh…maaf
sayang, tadi aku habis ada urusan sama tetangga. Kamu ada perlu apa kesini?” tanya
Yoza dengan manja. Ia sengaja seperti itu, karena menyadari Nadin sedang
memata-matai mereka berdua dan takjub dengan kehadiran pacarnya itu, yang tak
lain adalah seorang model terkenal.
“Yoza,
maaf ya sebelumnya. Aku dateng kesini Cuma mau bilang dua hal ke kamu. Yang
pertama aku mau nyerahin undangan ultahku ini buat kamu. Dateng ya Minggu depan!
Terus yang kedua, aku… aku… mau kita putus. Aku ngerasa kalau kita lebih cocok
berteman. Maaf banget ya, Za.” kata Vania sambil memeluk Yoza, lalu pergi
meninggalkannya.
Mendengar
pengakuan Vania, Yoza hanya bisa diam meratapi kepergian mantan pacarnya itu.
Nadin yang daritadi melihat kejadian tersebut, hanya bisa tertawa terbahak-bahak
melihat ekspresi Yoza yang sangat frustasi.
“Cie…yang
habis diputusin sama pacarnya. Selamet ya!” ledek Nadin sambil tertawa.
Yoza
hanya diam saja mendengar cemooh dari Nadin, lalu masuk kedalam rumah.
Didalam kamar barunya, Nadin sedang asyik menonton drama
Korea favoritnya. Tiba-tiba, Kak Jessi masuk kedalam dan duduk disebelah
adiknya.
“Nadin,
Minggu depan kamu gantiin kakak ke pesta ulang tahunnya Vania Larissa, ya? Dia
itu pelanggan di Butik Kakak. Dia baru aja nelfon buat ngundang Kakak ke
acaranya. Kamu tinggal dateng, nyelametin dia, ngasi kado, terus pulang deh.
Tolong ya?” rayu Kak Jessi.
“Vania
Larissa yang model itu? Aduh…aku kan enggak kenal sama dia, Kak” bantah Nadin.
“Jugaan
nanti kalian jadi temen Sekolah. Kan, Vania itu anak SMA Tunas Bangsa juga, Nad.
Kamu tinggal bilang ke dia kalau kamu Adiknya Kakak. Dia pasti ngerti kok.
Soalnya Kakak harus dateng ke pernikahan temen Kakak Minggu depan. Dia itu
temen deket Kakak pas kuliah. Kan gak enak, Nad.” jawab Kak Jessi.
“Iya
deh, tapi khusus besok, uang jajan Nadin ditambahin ya?” tawar Nadin.
“Iya
gampang deh. Makasi ya Nad!” jawab Kak Jessi, lalu pergi meninggalkan Nadin.
Seminggu
Kemudian…
Malamnya,
Nadin hadir di pesta ulang tahun Vania. Disana sudah ada ratusan undangan yang datang
ke pesta itu. Sebagian besar undangan yang hadir adalah wartawan dari berbagai
media massa. Saat sedang berkeliling, Nadin tidak sengaja menabrak seorang pria
dengan postur tubuh yang cukup tinggi.
“Maaf
ya, aku enggak sengaja.” kata Nadin dengan perasaan malu.
“Iya,
enggak apa-apa kok. Kamu Nadin murid baru di SMA Tunas Bangsa, kan? Hey, kenalin
aku Adit. Temen sekelas kamu.” jawab Pria yang bernama Adit itu.
“Ooh…jadi
namamu Adit! Aku kenal kok sama wajahmu di kelas, kan tiap hari kita sering
ketemu. Hehe…aku Nadin.” sapanya.
Vania
yang sedari tadi melihat kebersamaan Nadin dan Adit, merasa sangat cemburu.
Lalu dirinya segera menghampiri mereka berdua.
“Hai
dit, kapan datengnya? Oh iya…cewek ini siapa? Pacar kamu?” tanya Vania penasaran.
“Vania,
selamat ulang tahun ya…aku Nadin, Adiknya Jessica Andriana. Maaf, Kak Jessi enggak
bisa dateng, soalnya dia ada urusan mendadak. Kita berdua cuma temen sekelas
aja kok.” sapa Nadin sambil menjabat tangan Vania, lalu memberikannya sebuah
kado.
“Oke
makasi ya. Jadi kamu Adiknya? Aku juga baru inget kalo kamu itu murid baru di Sekolah
kita. Tapi sayangnya, kita beda kelas.” jawab Vania dengan perasaan lega, mengetahui
Nadin bukanlah pacar Adit.
Saat
mereka sedang asyik berbicara, tiba-tiba Yoza datang sambil merangkul mesra
bahu Nadin.
“Aduh…my sweety kemana aja sih? Daritadi aku
cariin, ternyata disini.” ujar Yoza sambil memandang Nadin.
“Loh!
Kalian berdua pacaran? Selamat, ya. Aku ikut seneng. Kalian berdua cocok loh.”
rayu Vania.
Mendengar
ucapan itu Yoza yakin, kalau Vania benar-benar sudah melupakannnya. Padahal Yoza sengaja bersandiwara
agar Vania cemburu. Namun kenyataannya, Vania sama sekali tidak cemburu dengan
perlakuan Yoza terhadap Nadin. Nadin yang melihat perlakuan Yoza, merasa sangat
tidak terima. Segera dirinya membantah pernyataan tersebut. Namun saat hendak
berbicara, Yoza segera mengajak Nadin pergi ke stand makanan meninggalkan Adit dan Vania berdua.
“Eh…apa-apaan
nih maksudnya? Pakek ngaku kalau kamu pacarku segala. Jijik tau!” teriak Nadin.
“Sstt...jangan
teriak-teriak, dong. Aku sengaja gitu supaya tau responnya Vania, sebenernya
dia itu masih suka sama aku apa enggak. Please
sekali ini aja Nad, bantuin aku.” Yoza memohon.
“Enak
aja! Aku bukan boneka yang bisa kamu ajak main kapan aja. Kalo mau sandiwara,
cari aja orang lain! Kenapa mesti aku? Males banget, aku harus bantuin kamu bohongin
dia. Isss!” ucap Nadin dengan wajah mencibir.
“Ciee…yang
berduaan! Lagi ngapain sih? Kayaknya heboh banget.” sapa Vania.
Nadin
yang melihat kehadiran Vania dan Adit, hanya bisa diam dan bergegas pergi
meninggalkan mereka. Namun saat hendak pergi, Yoza segera menarik tangan Nadin
dengan erat.
“Kita
lagi asyik pacaran!” sesaat setelah berkata seperti itu, Yoza segera mencium kening
Nadin. Semua orang yang melihat peristiwa itu, tidak hanya tinggal diam. Mereka
langsung mengabadikan momen tersebut dengan memotretnya. Vania dan Adit
benar-benar kaget, melihat apa yang telah Yoza lakukan ke Nadin. Selesai mencium
keningnya, Yoza segera membawa Nadin pergi dari pesta.
“Woy
Nad! Kok diem aja sih, daritadi? Pasti terpukau ya, sama apa yang aku lakuin tadi?”
tanya Yoza sambil terus menyetir mobil.
Nadin
yang selama dalam perjalanan pulang, diam seribu bahasa, kini sudah mulai
sadarkan diri, dari apa yang telah terjadi. Ia segera memukul kepala Yoza
dengan tas yang dibawanya. PLAKKKK!
“AAAA!
Sialan…apa maksudnya nih?” teriak Yoza sambil mengelus-elus kepalanya.
“Apa
maksudnya? Pantesnya aku yang nanya kayak gitu ke kamu! Apa maksudmu nyium aku
kayak gitu didepan banyak orang? Gak tau malu banget, sih! Padahal selama ini
aku berharap ngedapetin first kiss
dari orang yang aku sayang, tapi kenyataannya ? First kiss ini malah aku dapet dari orang gila kayak kamu! Sial!”
ujar Nadin menahan tangis.
“Cowok
cool gini kamu bilang orang gila?
Wah…gak waras nih cewek! Iya-iya, aku ngaku salah deh sama kamu. Maaf banget,
tadi aku kehilangan akal sehat Nad buat menghadapi Vania.” kata Yoza menyesal.
“Terserah!
Yang penting aku nggak mau tau, kalau sampai orang-orang di Sekolah ngomongin peristiwa
tadi, kamu sendiri yang harus tanggung jawab!” jawab Nadin kesal.
“Iya,
tenang aja!” sahut Yoza.
Selama
perjalanan pulang, Yoza terus memperhatikan Nadin yang sedang terlelap tidur. Saat
menatap wajah Nadin, Yoza hanya terus tersenyum. Dalam hati dirinya senang
karena cewek ini sudah masuk kedalam hidupnya.
Keesokan
paginya di Sekolah, Nadin digemparkan gosip lewat sebuah majalah yang menyatakan
bahwa, Nadin adalah perusak hubungan antara Yoza dan Vania. Semua orang yang
melihat Nadin, langsung mengolok-olok dirinya. Bahkan, fans dari Vania ikut menerornya
dengan berbagai ancaman. Mendengar berita itu, Yoza tambah merasa bersalah pada
Nadin, karena tidak dapat mempertanggung jawabkan apa yang telah dilakukannya. Akhirnya,
Yoza segera meminta tolong kepada Vania, untuk mengklarifikasi masalah tersebut
kepada media massa. Dengan senang hati, Vania berjanji akan berusaha mengklarifikasi
berita itu kepada yang lain.
Semenjak
berita itu beredar, Yoza dan Nadin tidak pernah saling berbicara lagi. Yoza pun
berinisiatif untuk meminta maaf lagi kepadanya, tentang masalah yang beredar di
Sekolah. Namun, saat Ia hendak menghampiri Nadin didalam kelas, dirinya melihat
Adit mendekati Nadin dan mengajaknya untuk makan malam di sebuah Restaurant. Melihat
kejadian itu, seketika Yoza mengurungkan niatnya untuk menghampiri Nadin.
Pada
malam harinya di sebuah Restaurant, Adit dan Nadin sedang asyik bersendau- gurau
sambil menyantap hidangan yang ada.
“Hmm…ini
nasi goreng apa sih, Dit? Rasanya enak banget. Cenderung kayak daging ayam, tapi
teksturnya lebih lembut.” kata Nadin sambil terus melahap makanannya.
“Hahaha…kamu
bisa aja Nad. Nasi goreng yang tadi aku pesenin itu, bukan dari daging ayam. Tapi,
udang yang dicincang terus dicampur kedalam nasi goreng.” ujar Adit.
“Apa…udang?!
Kamu yakin, Dit?” tanya Nadin tidak percaya.
“Iya
Nad, yakin. Emang kenapa?” Adit menjadi bingung.
“Eh…nggak
kok, Dit. aku cuma gak nyangka aja.” ujarnya. Beberapa saat kemudian, Nadin
segera menuju toilet. Disana, Ia panik sambil terus menggaruk-garuk sekujur leher
dan wajahnya. Ternyata, Nadin memiliki alergi terhadap udang. Sejak kecil, Ia tidak
menyukai udang. Jika menyantapnya, sekujur wajahnya akan membengkak dan
memerah. Sebelum wajahnya berubah memburuk, Nadin buru-buru meminta Adit untuk
mengantarnya pulang kerumah dengan alasan tidak enak badan. Dengan sedikit
heran, akhirnya Adit mengantarkan Nadin pulang kerumahnya dengan perasaan kecewa.
Setelah
Adit pergi meninggalkannya dirumah, Nadin segera mencari kunci rumah yang ada
didalam tasnya. Namun, kunci itu tidak juga ia temukan. Nadin menjadi semakin
panik. Sepertinya Ia menghilangkan kunci itu di Restaurant. Hari ini, Kak Jessi
tidak pulang ke rumah. Karena Ia harus lembur di Butiknya. Sementara lokasi rumah
ke butik sangat jauh. Nadin juga tidak membawa HP. Kini, lengkaplah penderitaan
Nadin. Sedikit demi sedikit rintik hujan mulai turun. Nadin hanya bisa duduk pasrah
didepan pintu rumah, berharap akan ada keajaiban yang datang.
Sementara
itu dikamarnya, Yoza sibuk menelepon Nadin. Namun, tidak ada jawaban. Yoza cemas,
karena waktu sudah menunjukkan pukul 22.00 sedangkan rumah kediaman Nadin masih
kelihatan gelap tak berpenghuni. Sesekali Yoza mengintip dari balik jendela, memastikan
apakah Nadin sudah datang. Dan ketika Yoza melihat secara lebih detail, Ia
terkejut mendapati Nadin bersandar didepan pintu rumahnya sendiri. Yoza segera
keluar, memastikan apa yang sedang Nadin lakukan.
Yoza
berjalan, menyusuri derasnya hujan dengan menggunakan payung. Sesampainya
disana Ia tak menyangka orang yang berada didepan pintu itu memang Nadin. Sambil
berlari kecil, Yoza segera menghampirinya.
“Ngapain
kamu diluar malem-malem gini?” tanya Yoza yang ikut duduk disebelah Nadin.
“Aku
enggak bisa masuk kedalem, gara-gara kunci rumah hilang. HP juga ketinggalan
dikamar. Terus Kak Jessi lagi lembur di Butik, dan baru bisa pulang besok
malem.” jawab Nadin sambil terus
menundukkan wajah.
“Ceroboh
banget sih kamu! Terus, gimana makan malamnya tadi sama Adit?” tanya Yoza
penasaran.
“Biasa
aja. Loh…kok kamu tau aku pergi sama Adit?” Nadin heran.
“Ya
taulah…eh kenapa nunduk terus? Masih marah ya sama aku, soal kejadian di pestanya
Vania? Sekali lagi maaf ya.” ujar Yoza sambil berusaha melihat wajah Nadin yang
tertunduk.
“Siapa
juga yang marah? Dari dulu, aku itu udah maafin kamu, Za. Kamu aja yang nanggepinnya
berlebihan. Tadi aku makan sama Adit di Restaurant, aku nyuruh dia mesen makanan.
Eeh…taunya dia malah ngasi aku nasi goreng yang isinya udang. Aku kan alergi
seafood sedikit, jadinya ya gini.” Nadin memperlihatkan wajahnya.
“Buset!
Wajah kamu kenapa hancur gitu, Nad? Udah kayak telur orak-arik aja. Ayo kerumahku.
Kalo kamu terus disini, nanti kamu sakit, loh. Apalagi wajah kamu kayak gitu.”
ajak Yoza sambil memegang tangan Nadin.
“Enggak…ah.
Aku enggak enak, Za!” bantah Nadin.
“Udah,
nggak apa-apa! Kamu lupa ya Nad? kita ini kan tetangga. Jadi kamu enggak perlu
sungkan.” jelasnya.
Akhirnya,
Nadin menerima ajakan Yoza untuk tinggal dirumahnya. Di dalam kamar Yoza, Tante
Diana sibuk memeriksa kondisi Nadin. Setelah memeriksa keadaannya, Tante Diana
memberikan Nadin sebuah obat penghilang alergi.
“Nadin…jangan
digaruk terus lukanya. Ini juga udah mau baikan. Mungkin besok kamu jangan
sekolah dulu ya. Biar Tante yang nitip suratnya ke Yoza. Sekarang kamu
istirahat.” ucap Tante Diana dengan penuh kelembutan.
“Makasi
banyak ya Tante, maaf Nadin udah ngerepotin kalian semua.” sesal Nadin.
Tante
Diana hanya tersenyum lalu mengelus rambut Nadin. Setelah itu, Ia pergi meninggalkan
Nadin sendirian didalam kamar. Saat sedang sendirian, Nadin iseng
mengobrak-abrik barang-barang yang ada dikamar Yoza. Ia melihat banyak sekali ada
album-album foto hasil potretan Yoza. Ia juga melihat foto semasa Yoza masih
kecil.
“Hahaha
imut banget sih Yoza!” ujar Nadin sambil terus membalik halaman demi halaman.
Sesaat Nadin asyik melihat isi album-album itu, tiba-tiba pintu kamar pun
terbuka.
“Ngapain
kamu liat-liat albumku? Usil banget sih. Udah tidur sana! Nanti bibir Donald bebeknya gak sembuh-sembuh loh!”
Ancam Yoza sambil menunjuk bibir Nadin yang masih bengkak akibat alergi.
“Iya-iya
maaf Za. Habis aku penasaran banget. Oh iya, ini aku mau ngembaliin uang kamera
kamu. Maaf ya baru separuh, itu hasil tabungan sama penjualan barang-barang
yang aku punya. Sisanya aku bayar pelan-pelan ya.” kata Nadin sambil
menyerahkan sebuah amplop yang dia ambil dari dalam tasnya.
Yoza
merasa sangat terkejut dan tidak enak hati, melihat apa yang telah Nadin lakukan
demi mengganti kameranya yang rusak.
“Udah
Nad, simpen aja uangnya. Masalah itu gak usah terlalu dipikirin.” jawab yoza
sambil mengembalikan amplop tersebut.
“Eh…nggak
bisa dong! Yang salah kan aku, jadi ini emang tanggung jawab aku, Za.” Nadin
berbicara dengan tegas.
Akhirnya,
Yoza mengambil uang tersebut dengan raut wajah sedih, lalu pergi meninggalkan
Nadin.
Keesokan
paginya, Nadin sangat senang mendapati wajahnya yang sudah kembali normal. Ia
segera keluar dari kamar untuk menghampiri Tante Diana yang sedang sibuk menyiram
bunga ditaman. Saat Nadin sampai, Tante Diana segera menyampaikan pesan dari
Yoza, untuk membaca surat yang ada di atas meja belajarnya. Selesai mendengar
ucapan Tante Diana, Nadin segera mencari surat yang dimaksud. Didalam surat
itu, Yoza mengatakan, jika sepulang sekolah nanti Ia ingin mengajak Nadin pergi
ke suatu tempat. Setelah membaca surat tersebut, Nadin tidak sabar menunggu kepulangan
Yoza.
Ketika
dirinya ingin memasukkan surat itu kembali kedalam amplop, tiba-tiba suratnya jatuh
dan terseret ke bawah kolong tempat tidur Yoza. Saat hendak mengambil surat
itu, Nadin juga menemukan sebuah tas berwarna hitam dari bawah tempat tidur
Yoza. Karena penasaran, Nadin mengambil tas itu lalu membukanya. Saat dibuka,
betapa terkejutnya Nadin mendapati kamera yang rusak itu ada didalamnya. Yang
lebih mengejutkannya lagi, kamera itu dalam kondisi yang masih sangat bagus,
bahkan tanpa ada lecetan maupun goresan sedikitpun.
Melihat
semua itu, Nadin spontan meneteskan air mata. Ia tidak menyangka bahwa Yoza
yang selama ini dia kenal adalah seorang penipu.
Sesampainya
di rumah, Yoza segera menuju ke kamar untuk mengajak Nadin pergi. Namun
ironinya, ketika Yoza datang, Nadin langsung mendaratkan sebuah tamparan
diwajah Yoza.
“Kamu
puas udah ngerjain aku? Aku kira selama ini kamu itu orang yang baik, tapi
ternyata kamu nggak lebih dari seorang penipu! Kamu bilang kalau kamera kamu
itu rusaklah, hancurlah. Tapi ini apa? Kamera kamu masih kelihatan bagus
banget, persis seperti baru Za! Dari dulu, aku pusing mikirin gimana caranya
supaya bisa ganti kamera kamu yang mahal itu. Aku kuras tabungan aku, aku jual
semua barang-barang kesayanganku. Tapi nyatanya, dibalik semua ini kamu cuma
berniat buat nyusahin aku aja kan, Za?! Bener-bener keterlaluan!” teriak Nadin
dengan air mata yang terus bercucuran.
“Nadin…maaf,
aku bisa jelasin semuanya. Aku nggak ada niat buat memeras kamu sama sekali! Beneran!
Tapi sebelumnya kamu nggak ada ngeliat isi yang ada didalam kamera itu kan?” Yoza
bertanya dengan perasaan takut.
“Aku
nggak perlu dengerin penjelasan kamu lagi, dan aku juga nggak punya waktu buat ngeliat isi yang ada didalam kamera
itu! Paling isinya cuma sampah yang nggak berguna!” tegas Nadin sambil berlari
keluar dari kamar Yoza.
Nadin
sangat kecewa, Ia tidak menyangka akan dipermainkan seperti ini. Semenjak
kejadian itu, Nadin tidak ingin mengenal Yoza lagi. Ia lebih memilih menjadi
sosok yang pendiam seperti dulu, karena baginya percuma menjadi sosok yang
periang, jika pada akhirnya selalu menerima rasa sakit dari orang-orang sekitar
yang dirinya kenal.
2
Minggu kemudian….
Hari ini Nadin sedang sibuk membuat komik untuk koleksi
barunya. Akhir-akhir ini, Nadin sangat bersemangat dalam menggeluti hobinya
tersebut. Apalagi semenjak komik buatannya berhasil diterbitkan oleh penerbit
ternama milik kerabat Adit.
“Nadin…ini ada kiriman dari Tante Diana. Katanya sih ini
titipan dari Yoza.” kata Kak Jessi sambil menaruh sebuah amplop di atas sofa.
Saat Nadin buka, ternyata itu adalah uang ganti rugi yang pernah ia berikan
kepada Yoza.
“Bukannya kakak ikut campur masalah kamu, tapi kalo bisa
kamu jangan diem-dieman terus dong sama Yoza. Kalian itu udah kenal cukup lama,
apalagi tetanggaan. Kan enggak enak, Nad.” nasihat Kak Jessi.
“Oh iya…Nad! Kakak denger, besok Yoza mau berangkat ke
Paris, buat ngelanjutin studi fotografi yang dulu sempet ketunda. Katanya sih, dia
tinggal disana buat jangka waktu yang lama. Mending kamu samperin dia. Daripada
nanti nyesel loh!” lanjut Kak Jessi sambil meninggalkan Nadin sendiri di kamar.
Mendengar
apa yang disampaikan Kakaknya, seketika Nadin menghentikan kegiatannya. Dirinya
sedikit merasa bersalah, karena jika dipikir-pikir lagi, semua itu bukanlah sepenuhnya
kesalahan Yoza. Seharusnya, Nadin juga harus mendengar alasan mengapa Yoza
melakukan semua itu.
Saat
melihat arah jarum jam, Nadin teringat akan sesuatu. Ia lupa kalau hari ini
akan pergi ke pesta ulang tahun sekolah bersama dengan Adit. Dengan
tergesa-gesa, Nadin segera mempersiapkan diri. Tepat pukul 20.00 Adit datang
menjemput Nadin lalu pergi bersama.
Di
Sekolah, Nadin tidak sepenuhnya menikmati acara yang ada. Ia merasa ada sesuatu
yang mengusik pikirannya. Entah mengapa, selama acara berlangsung Nadin hanya
memikirkan rasa bersalahnya terhadap Yoza. Apalagi saat Ia menyadari Yoza tidak
hadir dalam acara itu.
“Nadin,
aku mau ngomong sesuatu sama kamu. Sebenernya…sebenernya dari pertama kamu
masuk di sekolah ini, aku udah suka sama kamu. Nad, Kamu mau nggak jadi
pacarku?” tanya Adit.
“Nadin?”
Adit heran melihat tatapan kosong dari wajah Nadin.
“Eh…maaf
tadi kamu bilang apa Za?” Nadin yang sedari tadi melamun, akhirnya tersadar,
dan balik bertanya pada Adit.
“Za?
Aku Adit, Nad. Bukan Yoza. Sebenernya, tadi aku nembak kamu untuk jadi pacar
aku, Nad. Terus jawaban kamu gimana? ” Adit bertanya dengan penuh harap.
“Kamu
suka sama aku? Aduh…Dit, aku minta maaf banget ya. Kayaknya kita lebih cocok
temenan aja deh. Maaf ya? Aku yakin, kalau Vania itu sebenernya suka sama kamu.
Kenapa kamu enggak memberikan kesempatan ini buat dia?” kata Nadin dengan penuh
penyesalan.
“Oke,
aku ngerti kok sama apa yang kamu maksud, Nad. Aku akan berusaha ngasi
kesempatan ke Vania, buat bisa lebih deket sama aku.” ujar Adit mengerti.
Setelah
berbicara, Nadin bergegas pergi meninggalkan Adit sendiri di pesta itu. Karena
Nadin ingin meminta maaf kepada Yoza atas apa yang telah terjadi. Sementara di
pesta itu, Adit hanya duduk termenung melepas kepergian Nadin. Namun tiba-tiba,
datang seorang gadis yang lalu duduk disebelahnya. Ternyata, gadis itu adalah
Vania.
“Ada
yang mau nemenin aku makan es krim enggak?” tawar Vania dengan senyuman manis.
Melihat
kehadiran Vania, Adit menjadi sadar, kalau orang yang Ia cari selama ini ada
didepannya. Walaupun, dirinya belum mengenal Vania secara lebih jauh, tetapi
Adit yakin jika Ia mau memberikan kesempatan, maka kebahagiaan itu akan hadir dengan sendirinya.
“Of course!” jawab Adit yang juga ikut tersenyum.
Sesampainya
dirumah Yoza, Tante Diana sedikit bingung dengan bertamunya Nadin kerumah.
Namun, setelah mendengar penjelasan dari Nadin, Ia segera menyuruhnya untuk
menunggu Yoza didalam kamar. Ternyata, saat itu Yoza sedang pergi ke sebuah
taman yang tidak jauh dari sana.
Didalam
kamar, Nadin hanya bisa tersenyum mengingat dulu Yoza pernah membantunya
mengatasi gejala alergi yang Ia alami. Sudah lama rasanya, Nadin tidak mampir
kerumah ini lagi. Saat sedang duduk, pandangan Nadin tertuju pada sebuah kamera
yang ada diatas tempat tidur. Diambilnya kamera itu, lalu dilihatnya isi kamera
tersebut. Nadin tersentak kaget, mengetahui isi dari kamera itu adalah
foto-foto dirinya dengan berbagai kegiatan.
“Ngapain
kamu kesini? Pakai ngelihat isi kamera orang tanpa minta ijin lagi!” tiba-tiba
Yoza datang dari balik pintu dan segera merampas kamera yang sedang Nadin pegang.
“Terus,
ngapain juga kamu foto-foto aku tanpa minta ijin?” Nadin balik bertanya.
“Bukannya
kamu pernah bilang, kalo isi dikamera ini cuma tumpukan sampah yang enggak
penting? Ngapain juga kamu peduli? Udah sana pergi!” bentak Yoza yang berusaha
menutupi rasa malunya dengan mengusir Nadin.
“Yoza…aku
mau minta maaf sama kamu soal masalah kamera itu. Aku enggak bermaksud bilang,
kalau hasil foto-foto kamu itu sampah. Justru aku kagum banget ngelihat hasil
karya kamu itu. Aku juga udah tau dari Kak Jessi kalau kamu mau pergi ke Paris.
Aku jadi makin ngerasa menyesal, kalo enggak segera minta maaf sama kamu, Za.”
ujar Nadin dengan penuh penyesalan.
“Ke
Paris? Siapa juga yang mau pergi? Ngaco banget sih kalau ngomong!” ucap Yoza heran.
“Hah?
Berarti semua itu enggak bener? Aduh…aku kok bisa-bisanya sih percaya sama
omongannya Kak Jessi? Bikin Malu aja. Kak Jessi, awas ya!” kata Nadin.
“Mungkin ini emang udah saatnya, Nad. Buat
ngasitau ke kamu, kenapa aku enggak terus terang tentang masalah kamera yang
udah diperbaiki itu. Mending, kamu ikut aku sekarang.” ajak Yoza sambil
menggandeng tangan Nadin.
Yoza
mengajak Nadin pergi ke sebuah lahan kosong yang ditutupi oleh tembok. Di pintu
gerbang dekat tembok itu, tertulis kalimat dilarang masuk. Ketika mereka masuk,
ada taman bunga yang sangat cantik. Di tengah-tengah taman itu berdiri sebuah
rumah teras yang cukup besar. Saat Yoza menghidupkan lampu teras itu, betapa
kagetnya Nadin, melihat disekeliling teras itu ada banyak foto-fotonya
terpajang disana. Diantaranya, ada ekspresi saat Nadin menggambar komik ditaman,
menyiram bunga, tertawa bersama teman-teman, belajar dikelas, menangis didalam
kamar, membaca buku diperpustakaan, bahkan ada foto saat Nadin sedang tertidur dimobil
dan dikamar Yoza. Jika dihitung, mungkin ada lebih dari ratusan foto terpajang
disana.
“Ini
semua maksudnya apa Za?” Nadin bertanya dengan ekspresi wajah yang sangat
bingung.
“Nadin,
foto-foto ini adalah alasanku. Sejak pertama kita bertemu, aku ngerasa kalau seketika
hidupku berubah menjadi berwarna. Kamu itu gadis paling unik yang pernah aku
temui. Karena kamu satu-satunya orang, yang bisa buat aku terus tersenyum. Kamu
adalah satu-satunya orang yang sangat ingin aku lindungi. Bahkan, untuk marah
sama kamu pun aku enggak bisa, Nad. Karena aku, paling nggak kuat setiap kali
ngeliat kamu sedih. Aku enggak ngerti apa penyebab dari semua itu. Hingga
akhirnya aku sadar, kalau penyebab semuanya itu karena aku sayang sama kamu. Aku
sengaja enggak terus terang ke kamu soal kameraku yang udah diganti dengan
garansi. Karena aku takut, kalau masalah kita selesai, kita nggak akan bisa
deket seperti sekarang ini. Aku takut nggak bisa berantem sama kamu lagi,
mendengar suara kamu lagi, dan melihat senyum kamu lagi, Nad. Maka dari itu,
aku berusaha menutupi semuanya dengan berbohong.” Yoza menjelaskan dengan penuh kelembutan.
“Apa
kamu tau Nad? setiap hari bahkan setiap
saat aku selalu berusaha ngedapetin foto tentang kamu. Bahkan, aku enggak mau
melewatkan satu momen pun tentang kamu. Dan inilah hasilnya. Hampir semua hasil
fotoku tentang kamu, aku pajang disini. Awalnya ini cuma taman kosong milik
keluargaku yang udah enggak terpakai lagi. Tapi semenjak kamu hadir, aku berusaha
memanfaatkan taman ini menjadi tempatku untuk mengekspresikan rasa sayangku ke
kamu.” kata Yoza menambahkan.
Sesaat
mendengar semua penjelasan Yoza, Nadin menjadi sadar dan percaya, bahwa Yoza
sangat menyayanginya. Ia tidak menyangka, akan ada seorang pria yang sangat
memperhatikan dirinya seperti ini.
“Za…aku
bener-bener enggak nyangka kalau selama ini kamu sayang sama aku. Karena selama
ini yang aku lihat, kamu selalu bertingkah galak dan cuek sama aku. Ini semua
diluar dugaan banget!” ujar Nadin.
“Aku
emang sengaja bertingkah kayak gitu ke kamu, untuk menutupi rasa sayang aku ke
kamu, Nad. Karena aku bingung, harus mengekspresikannya kayak gimana.” Yoza
menjawab dengan penuh ketegasan.
“Terus
jawaban kamu gimana, Nad?” Yoza bertanya dengan penuh kekhawatiran.
“Gimana
apanya, Za?” Tanya balik Nadin dengan bingung
“Aku
kan udah ngaku, tentang perasaanku ke kamu. Sekarang, aku yang butuh jawaban pasti dari kamu. Tolong jawab
dengan jujur, Nad.” ujar Yoza penuh pengharapan.
“Aku
juga sayang banget sama kamu…Za. Kenapa sih, kamu enggak jujur aja dari awal kalau
kamu sayang sama aku? Untung aja aku lihat isi kamera itu. Kalau enggak,
mungkin sampai bumi kebalik, aku enggak akan pernah tau kalo kamu itu sayang
sama aku. Secara kamu itu kan orangnya gengsian banget!” celoteh Nadin sambil
tertawa.
“Jadi
kita resmi jadian, dong?” tanya Yoza memastikan.
“Menurut
kamu?” Nadin balik bertanya sambil memegang tangan Yoza.
Mendengar
perkataan Nadin, Yoza tersenyum puas, karena ia yakin jika Nadin sudah menyetujui
hubungan tersebut. Dapat dibuktikan dari genggaman tangan Nadin yang membuat
Yoza semakin percaya.
“Udah
pasti resmi dong. Kalo enggak resmi, mana mungkn kamu genggam tangan aku kayak
gini.” cibir Yoza dengan usil.
“Hahaha…aku
sayang kamu Yoza.” ujar Nadin sembari memeluk Yoza dengan eratnya.
“Aku
lebih sayang kamu, Nadin.” Balas Yoza yang juga tak mau kalah dengan ucapan
Nadin.
Langganan:
Postingan (Atom)